Sabtu, 15 Juli 2017

Bu Susi, Benur dan nelayan

Mengenali daur hidup benur atau benih Lobster, jenis udang satu ini
mempunyai daur hidup yang kompleks. Telur yang telah dibuahi menetas
menjadi larva dengan beberapa macam tingkatan (stadium) yang berbeda
pada tiap jenis. Pada lobster betina dan jantan masing-masing terdapat
indung telur dan sepasang kantong sperma. Biasanya ukuran lobster
jantan lebih besar dari betinanya, sehingga jantanlah yang paling
banyak diincar dan diminati oleh konsumen. Lobster tidak melakukan
pemijahan sepanjang tahun namun bisa melangsungkan perkawinannya lebih
cepat dari pemijahannya, pemijahan lobster berlangsung pada
musim-musim tertentu, walaupun lobster mampu memijah lebih dari satu
kali. Banyaknya telur bergantung pada besar kecilnya lobster yang
melakukan pemijahan. Biasanya antara 10.000-100.000, bahkan bisa
mencapai lebih. selanjutnya Seperti halnya jenis dari bangsa udang dan
kepiting lainnya, telur lobster tidak lansung menetas sempurna seperti
lobster dewasa. Tetapi, melalui tingkatan-tingkatan perubahan yang
dikenal dengan larva (embrio yang bisa hidup bebas). Telur yang telah
masak akan menetas menjadi naupli lobster (nauplisoma) dalam waktu 3-5
hari. Fase nauplisoma umumnya berlansung relatif singkat, kemudian
nanti berganti kulit menjadi filosoma (pyllosoma). Dari fase-fase
tersebutlah yang nantinya sebelum benih lobster beranjak menjadi
lobster dewasa ini yang dinamakan benur, Fase filosoma berlansung
selama 3-7 bulan. Filosoma akan berkembang menjadi puerila
(puerulus/puerilla). Bentuk puerila sudah mirip lobster dewasa, namun
belum mempunyai kulit luar yang keras dan mengandung zat kapur. fase
puerila berlansung selama 10-14 hari, kemudian berganti kulit menjadi
lobster dewasa.

Keluhan nelayan kecil mendesak Peraturan Menteri (Permen) No 1/2015
tentang larangan penangkapan benih lobster untuk dicabut. Permen yang
dikeluarkan Menteri Susi dirasa menyusahkan nelayan lobster. akibat
larangan menteri, banyak nelayan yang menganggur. Sebab, tangkapan
benih lobster tak laku lagi. Padahal nelayan menangkap benih lobster
menggunakan alat tradisional dan tak pernah merusak terumbu karang
yang menjadi sanggahan didalam permen tersebut. Idealnya, ada budidaya
lobster yang bisa menjadi solusi terkait keluhan nelayan. Namun pada
kenyataannya nelayan merasa sulit untuk membudidayakan benur tersebut
karena bisa memakan waktu delapan bulan sampai setahun dan juga lebih
banyak biaya oprasional didalamnya, sehingga mengakibatkan nelayan
benih lobster ini berhenti dari pekerjaannya. Adapun jumlah nelayan di
lampon daerah banyuwangi selatan ini, jumlahnya kurang lebih mencapai
1.200 nelayan. Oleh karena itu (Permen) No 1/2015  dirasa sangat
membunuh nelayan lobster sekali.

Alasan pemberlakuan permen tersebut adalah diperuntukan kepada para
nelayan dan setiap orang untuk tidak menangkap dan menjual bibit
lobster agar nilai jualnya di kalangan nelayan Indonesia tinggi. Sebab
, bibit lobster biasanya tidak hanya dijual nelayan kepada para
tengkulak saja, bibit-bibit ini biasanya dijual atau diselundupkan ke
luar negeri. Di sana, bibit lobster dikembangkan dan dijual kembali
dengan harga yang jauh lebih tinggi. untuk bisa mencapai berat 200
gram, bibit lobster hanya butuh waktu 2 sampai 3 bulan. Bu susi
mengatakan "Di laut, bibit lobster itu tidak perlu kita kasih makan
dia akan besar sendiri. Tuhan yang kasih makan. Dalam tiga bulan Bapak
ambil 200 gram. Yang 5 gram tadi, jadi 200 gram beratnya," Dengan
menjual lobster di atas 200 gram, Bu Susi ingin para nelayan Indonesia
lebih diuntungkan dan bisa mendapatkan uang yang lebih besar. Selain
itu, kebijakan tersebut dirasa sangat positif sekali sebagai
pemberdayaan ekosistem lobster, dan menjaga agar anak cucu kita ikut
mencicipi hasilnya. Kalau bibit ini terus menerus kita ambil, bu susi
yakin 10 tahun lagi sudah tidak ada lagi lobster2 yang bernilai tinggi
ini. Karena sudah diambil bibitnya. Dan seharusnya masyarakat juga
bersyukur karena pembibitan lobster ini secara alami, yang belum tentu
dimiliki oleh daerah atau negara lain. Selain itu, undang-undang
menyebutkan bahwa bibit lobster termasuk ke dalam plasma nutfah.
Plasma nutfah tersebut dilindungi undang-undang dan tidak boleh
diambil apalagi diperjualbelikan.

Dilema yang terjadi dikalangan nelayan ini sebenarnya harus menjadi
kajian bagi masyarakat nelayan sendiri karena kaitannya dengan
lingkungan dan mata pencarian mereka sendiri, bagaimana kita didalam
pengelolaan sumberdaya alam yang kita miliki, walaupun begitu pendapat
bu susi tersebut disangkal oleh para nelayan dengan mengatakan bahwa
habitat lobster dan benur ini murni dari alam dan ciptaan tuhan yang
maha esa dan bukan dari bu susi. Dan ternyata hal ini justru yang
dirasa menjadi sesuatu paling kuat sebagai pemahaman masyarakat
nelayan itu tersebut, karena jika dilihat dari pendapatannya sudah
jelas dan diperhitungkan, dan yang menjadi pokoknya adalah bukan
masalah berapa besar nilai lobster yang mereka jual dengan cara
menangkap benihnya tapi bagaimana agar nelayan bisa secara terus
menerus memanen dan mendapatkan hasilnya. jadi ketika masyarakat
beranggapan seperti itu sama halnya dengan rokok. Di dalam ilmu
pengetahuan kesehatannya merokok dapat menyebabkan berbagai macam
penyakit bahkan sekarang sudah tertera pada setiap bungkus rokok bahwa
merokok dapat membunuhmu !. Namun pada kenyataannya penerimaan negara
terendah dari rokok mencapai Rp10 triliun per tahunnya, jauh lebih
tinggi dari freeport, Dan yang tertinggi diperoleh pada 2006 lalu
dengan Rp42 triliun berasal dari cukai, dan itu karena masyarakat
sangat2 yakin bahwa umur mereka ditentukan oleh tuhan bukan dari
rokok, Namun perlu diingat bahwa jumlah kematian yang disebabkan oleh
rokok juga tercatat paling tinggi pada tahun 2015, dimana 6,4 juta
orang meninggal akibat rokok. Perumpamaan itu sama halnya dengan
dilema benur saat ini, Maka dengan demikian sahabat pembaca bisa
menilai dengan presepsi masing-masing, bagaimana pentingnya
sosialisasi antar sesama, karena dalam kasus ini nyatanya juga ada
nelayan yang pro terhadap (permen) tersebut, sosialisasi dirasa sangat
penting untuk berbagi informasi dan bertukar pikiran dengan orang lain
agar mendapatkan suatu keputusan yang terbaik, supaya bisa mengurangi
kekeliruan dan kesalah fahaman terhadap sebuah program kerja. Selain
itu, tujuan bersosialisasi atau mensosialisasikan sebuah rancangan
program kerja adalah supaya pihak yang terkait bisa atau memahami
program kerja yang direncanakan agar bisa memikirkan sesuatu yang
kira-kira bisa dilakukannya terkait dengan program kerja yang sudah
dirancang/direncanakan tersebut, karena sebuah dilema akan musnah jika
kita menyepakatinya secara bersam-sama.


( malik el fendi )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar